Awak Kapal Yang Tertinggal - 04

9:58 AM

Hoca terbangun dari tidurnya, di teras mesjid ketika suara azan subuh berkumandang. Suasana dingin menjelang fajar dia tetap melaksanakan kewajiban diantara satu syaf barisan jamaah yang tidak seramai magrib. Tapi tak satupun awak kapal terlihat, menginap dimana mereka? Hoca berfikir mungkin saja mereka sedang mempersiapkan bekal untuk perjalanan selanjutnya, atau mungkin sedang terlelap karena lelah.

Pagi itu suasana kota kecil sudah ramai oleh hiruk pikuk pedagang, petani, dan pengrajin yang meramaikan jalanan kota. Kota kecil ini cukup berkembang, tetapi mereka sanggup berdiri sendiri tanpa adanya hubungan dagang dengan negara lain. Tampak berbudaya, bersahabat dan ramah, bahkan mereka sangat religius menyikapi segala hal duniawi. Sungguh hebat pemimpin negara ini, hingga Hoca berkhayal suatu saat bisa bertemu dengan Raja pintar itu. 

kapal nelayan, awak kapal

Lama dia terdiam kemudian teringat akan kapal yang sandar di dermaga, Hoca berlari mendekati bibir pantai tetapi yang terlihat hanya kapal nelayan. Kemana para awak dan kapal yang ditumpanginya? Tanpa pikir panjang dia bertanya kepada penjaga dermaga:

"Kapal yang kau maksud sudah berangkat tengah malam, mereka hanya singgah sebentar dan pergi setelah perbekalan penuh".
"Apakah tuan melihat, berapa orang awak yang berangkat?" 
Penjaga diam sejenak.. "Hmmm.... Kalau tidak salah hanya enam orang, tidak lebih. Mereka sempat meributkan sesuatu tadi malam, mungkin salah seorang diantara mereka tidak sepakat tentang jadwal selanjutnya."
"Pertengkaran? Jadi mereka meributkan jadwal keberangkatan, Tuan?" tanya Hoca.
"Aku mendengar bahwa mereka berencana pergi tengah malam, sementara salah seorang yang mereka tinggal mengusulkan berangkat pada pagi hari. Aku tak begitu yakin, tapi kudengar dia sedang menunggu teman dan tak mau meninggalkannya".

Hoca mengucapkan terima kasih seraya berlari mencari seorang teman, seperti yang diceritakan penjaga dermaga. Tak jauh dari dermaga, seperti dugaan Hoca, dia menemukan temannya tengah duduk disebuah warung. 
"Pagi-pagi seperti ini memang enaknya mengisi perut. Kenapa kau tak berangkat mengikuti mereka?" Tanya Hoca sambil menepuk bahu temannya, Romi. 

Dia tidak menjawab, mungkin sedang kesal, atau mungkin memang tidak berkeinginan menceritakan perselisihan diantara para awak kapal. Setelah selesai mengunyah roti dan meneguk segelas teh, jawaban itupun keluar dari mulutnya:

Terkadang kita mengikuti ambisi, ego yang menyelimuti pikiran tanpa mengenal nurani. Banyak orang menganggapnya benar, mereka tidak akan menemukan tujuan sebenarnya karena pergi dengan nafsu. Disana ada enam awak yang masing-masing merasa dirinya sebagai kapten kapal, padahal kemudi hanya ada satu. Niat suci tidak akan pernah selesai jika kau menunggangi nafsu, tapi sebaliknya iblis akan terlihat sangat suci dimatamu.


Kisah Lainnya

Komentar